Siswa berbakat dari Tremas. Suatu siang yang terik di desa Tremas, Arjosari, Kab. Pacitan-Jawa Timur. Seorang wanita tampak gelisah. Ia berkubang dalam sebuah penantian yang mempertaruhkan jiwa dan raganya. Bila tidak ada aral melintang, Siti Habibah, perempuan itu, sebentar lagi resmi menjadi ibu muda.
Sekitar 15km dari pusat kota Pacitan, tepatnya dilingkungan Pondok Pesantren Tremas itulah Siti Habibah menunggu saat-saat kelahiran buah hatinya yang pertama. Seperti halnya sang istri, perasaan suaminya Soekoco pun campur aduk tak karuan. Nun jauh di sana, di tempat tugasnya sebagai bintara TNI di kecamatan yang berbeda.
Selepas azan lohor, putri salah satu pendiri Pondok Pesantren Tremas ini pun melahirkan seorang bayi laki-laki yang sehat jasmani dan rohani dengan selamat. Ayah, ibu dan saudara-saudara Siti Habibah kini kini dapat menarik napas lega.
Mendapat kabar kalau anak yang dinanti-nantikan telah lahir, Soekotjo segera melesat ke Tremas. Ketika melihat sang bayi, yang kemudian menjadi anak tunggalnya, ia langsung bersujud syukur kepada Allah SWT, karena sang bayi sehat walafiat. Dalam suasana suka cita, ia lantas menarik pistol dari pinggangnya. Spontanitas ia meletakkan pistol tersebut di atas dahi sang bayi.
Penggemar dunia pewayanga ini pun memberi nama putranya semata wayang: Susilo Bambang Yudhoyono(SBY). Susilo berarti orang yang santun dan penuh kesusilaan, bambang adalah ksatria, yudho bermakna perang, sedangkan yono sama dengan kemenangan. Susilo Bambang Yudhoyono, seorang yang santun, penuh kesusilaan, kesatria dan berhasil memenangkan setiap peperangan. Sebuah nama yang sarat makna.
Selanjutnya Susilo atau Sus, begitu kedua orang tuanya memanggil pria kelahiran 9 September 1949 ini, tumbuh dan berkembang sebagai anak desa yang cerdas dan pandai bergaul. Posturnya kurus tinggi. Kulitnya yang kuning bersih, membedakannya dari teman-teman sebaya, yang umumnya berkulit legam terbakar terik matahari.
Pasangan Soekotjo dan Siti Habibah memberi Susilo kasih saying besar buat anak semata wayangnya. Kalau Soekotjo lebih menitikberatkan pada kerja keras dan disiplin, sang ibu lebih masalah iman dan ketakwaan. “Ayah membimbing saya dalam disiplin, kemudian mendorong saya untuk belajar keras,” ujar Susilo.
Suatu hari, waktu susilo duduk di kelas tiga Sekolah Rakyat di Desa Purwoasri, Kecamatan Kebonagung, ada latihan perang-perangan di desanya. Susilo dan teman-teman sekolah pun tertatik untuk menonton
Sekitar 15km dari pusat kota Pacitan, tepatnya dilingkungan Pondok Pesantren Tremas itulah Siti Habibah menunggu saat-saat kelahiran buah hatinya yang pertama. Seperti halnya sang istri, perasaan suaminya Soekoco pun campur aduk tak karuan. Nun jauh di sana, di tempat tugasnya sebagai bintara TNI di kecamatan yang berbeda.
Selepas azan lohor, putri salah satu pendiri Pondok Pesantren Tremas ini pun melahirkan seorang bayi laki-laki yang sehat jasmani dan rohani dengan selamat. Ayah, ibu dan saudara-saudara Siti Habibah kini kini dapat menarik napas lega.
Mendapat kabar kalau anak yang dinanti-nantikan telah lahir, Soekotjo segera melesat ke Tremas. Ketika melihat sang bayi, yang kemudian menjadi anak tunggalnya, ia langsung bersujud syukur kepada Allah SWT, karena sang bayi sehat walafiat. Dalam suasana suka cita, ia lantas menarik pistol dari pinggangnya. Spontanitas ia meletakkan pistol tersebut di atas dahi sang bayi.
Penggemar dunia pewayanga ini pun memberi nama putranya semata wayang: Susilo Bambang Yudhoyono(SBY). Susilo berarti orang yang santun dan penuh kesusilaan, bambang adalah ksatria, yudho bermakna perang, sedangkan yono sama dengan kemenangan. Susilo Bambang Yudhoyono, seorang yang santun, penuh kesusilaan, kesatria dan berhasil memenangkan setiap peperangan. Sebuah nama yang sarat makna.
Selanjutnya Susilo atau Sus, begitu kedua orang tuanya memanggil pria kelahiran 9 September 1949 ini, tumbuh dan berkembang sebagai anak desa yang cerdas dan pandai bergaul. Posturnya kurus tinggi. Kulitnya yang kuning bersih, membedakannya dari teman-teman sebaya, yang umumnya berkulit legam terbakar terik matahari.
Pasangan Soekotjo dan Siti Habibah memberi Susilo kasih saying besar buat anak semata wayangnya. Kalau Soekotjo lebih menitikberatkan pada kerja keras dan disiplin, sang ibu lebih masalah iman dan ketakwaan. “Ayah membimbing saya dalam disiplin, kemudian mendorong saya untuk belajar keras,” ujar Susilo.
Suatu hari, waktu susilo duduk di kelas tiga Sekolah Rakyat di Desa Purwoasri, Kecamatan Kebonagung, ada latihan perang-perangan di desanya. Susilo dan teman-teman sekolah pun tertatik untuk menonton